A Short Story From Senior High School: Emilly Francisca Part VII

| 31 Mei 2012
Review: Emilly pun akhirnya mengetahui bahwa Shara adalah pelaku pembunuhan belakangan ini di Mother Theresa. Apa motif Shara dibalik ini semua?
“Oh, ternyata ada polisi di sini, selamat datang Tuan – Tuan ! Ternyata anda juga tidak mau ketinggalan pertunjukan seru ini. Tapi sayang sekali, anda hanya bisa menjadi penonton. Karena tentunya kalian tidak ingin melihat nyawa Mrs. Laurent yang ‘murah’ senyum ini melayang jika kalian ikut terlibat, bukan ??? Jadi tetaplah di tempat kalian masing – masing ! Dan kalian, siswa – siswa kebanggan kota ini karena mampu bersekolah di sekolah terbaik ini, duduk di tempat kalian masing – masing dan habiskan sup kalian. Kalian tentu tidak akan membiarkannya sampai dingin kemudian melihat guru kimia kalian ini menjadi mayat, bukan ???” ancam Shara.
Tidak ada yang berani melakukan perlawanan, karena Shara masih menyandera Mrs. Laurent.
“Shara, ku mohon, kita bisa bicara baik – baik. Kau tentu tidak akan tega melihat teman – temanmu mati keracunan, bukan ?” Sir Herman, kepala sekolah asrama Mother Theresa mencoba merayu Shara.
“Kau Herman, jangan berusaha merayuku. Mengapa aku harus tidak tega melihat mereka mati, sedang kau sendiri dengan tega melakukan sabotase terhadap surat tanah keluargaku kemudian menggusur rumahku untuk mendirikan asrama siswa yang baru di sekolah ini !? Kau tahu papaku belum keluar dari rumah itu saat kalian melakukan penggusuran itu, karena ia tidak terima kalian dengan culas mengambil tanah keluargaku, tapi kau tetap menyuruh buldoser itu menghancurkan rumahku dan membuat papa terkubur hidup – hidup bersama puing – puing rumahku !!! Kau kira dirimu cukup manusiawi, Herman !!!???” Shara sangat geram kemudian mencengkeram kuat leher Mrs. Laurent yang menjadi sanderanya.
“Jadi kau adalah putri Victor Calero ???? Tapi itu kejadian 10 tahun yang lalu dan…”
“Dan, dan apa ? Dan kau sudah hampir melupakannya ? Apa itu yang ingin kau katakan ? Jahanam kau, Herman ! Selain membunuh papaku, kau juga membuat mamaku menjadi gila. Dia trauma dengan kejadian itu. Karena itu keluargaku pindah ke Hawaii dan menetap bersama Om ku yang merupakan pengrajin. Kalau kau ingin melihat hasil karyanya, salah satunya adalah bros kepala burung elang yang selalu ku tinggalkan pada mayat siswa – siswa yang ku bunuh itu. Aku memang orang baik, karena itu menjelang ajal mereka, aku memberi mereka sebuah souvenir mahal dari Hawaii, ku harap mereka menikmatinya...Heh… Kau tahu, mama juga menghilangkan nama belakang papa pada nama ku dan menggantinya dengan nama belakangnya, Khriets, karena dia begitu terpukul dengan kematian papa. Bagus bukan ?Ha…ha…ha…” tawa Shara lebih terdengar sebagai tawa orang gila dibanding seorang yang sedang menceritakan kesedihan hidupnya.
“Emi, Laudya dan Cassie, kalian ingin tahu tentang keluargaku, bukan ? Aku sudah menceritakannya. Ku harap kalian puas… Dan tentunya kalian tidak tahu dan tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya dibesarkan tanpa kasih sayang papa dan seorang mama yang gila karena trauma !? Itu yang ku rasakan selama ini. Dan ini semua karena ulahmu, Herman !!! Dan karena pembangunan asrama sekolah terkutuk ini !!! Karena itu lah aku sangat membenci sekolah ini dan segenap penghuninya… Tapi aku berterima kasih padamu, Herman. Karena seandainya kau tidak menghadiahkan tiket pesawat untuk ku agar aku bisa pulang ke Hawaii dengan gratis liburan musim panas yang lalu, aku tidak akan pernah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan menyebabkan mama menjadi seperti ini…” lanjut Shara kemudian mulai menangis. Cengkeramannya pada leher Mrs. Laurent pun melemah.
Di saat Shara sedang lengah, Emilly meraih garpu di hadapannya dan melemparkannya ke arah Shara. Garpu itu berhasil melukai lengan Shara. Karena terkejut, Shara melepaskan cengkeramannya dari tubuh Mrs. Laurent. Kontan seisi ruang makan menjadi gaduh. Siswa – siswa berlarian menuju arah pintu keluar untuk menyelamatkan diri. Dengan sigap Anthony melumpuhkan Shara dan berhasil meraih belati dari tangan Shara. Tidak sampai 5 menit, Shara berhasil dibekuk.
Mrs. Laurent mengalami depresi dan pingsan seketika.  
Sebelum Shara dibawa ke kantor polisi Countryside untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya, sahabat – sahabatnya selama di Mother Theresa, Emillly, Cassie, Laudya, Eric, Louis, Paul dan Franco datang menghampirinya yang kini menangis dengan tangan sudah terborgol.
“Shara, aku tidak menyangka kau bisa melakukan hal seperti ini” ujar Cassie sambil meremas bahu Shara.
“Maafkan aku, teman – teman ! Aku hampir mencelakai kalian semua, khususnya kau, Emi” jawab Shara sambil terus menangis.
“Kami sudah memaafkanmu, Shara. Sekarang tebuslah perbuatanmu dan perbaikilah dirimu” balas Emi sambil tersenyum
“Terimakasih. Aku tidak akan pernah melupakan kalian. Dan ku harap, kalian akan sudi menjengukku sesekali di penjara”
Mereka berpelukan erat, seerat persahabatan mereka yang tidak akan pernah pudar.
“Sudah waktunya kau pergi, Shara. Dan kau, Emilly, kerja bagus. Sepertinya kau akan naik pangkat” Anthony menyuruh anggotanya membawa Shara.
Selain membawa Shara, pihak kepolisian juga membawa Mr. Herman untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya 10 tahun yang lalu terhadap keluarga Shara.
“Naik pangkat ? Anthony kau mengenali Emilly ? Apa maksudmu ???” Laudya dan yang lainnya bingung mendengar kata – kata Anthony.
“Ya, Emilly sebenarnya adalah anggotaku yang baru saja dipindahkan dari satuan Downtown ke Countryside ini. Karena pihak sekolah meminta kepolisian menghentikan penyelidikan, maka kami mengadakan penyelidikan sembunyi – sembunyi dengan mengirim Emilly sebagai mata – mata. Dia masih begitu muda dan cantik, karena itu kurasa tidak akan ada yang menyangka kalau dia adalah seorang polisi” jawab  Anthony ringan.
“Jadi kau seorang polisi ???” Tanya Franco tak percaya. Emilly hanya mengangguk.
“Tapi kau sama sekali tidak terlihat seperti polisi, Emi !?” balas Eric.
“Ya, kau lebih pantas menjadi seorang model atau pramugari…” sambung Paul.
“Aku juga hampir tidak percaya kalau kau seorang polisi” ujar Cassie.
“Kau polisi…!?” Laudya juga hampir tidak percaya.
“Ya, percaya atau tidak, memang seperti itulah kenyataannya. Aku memang seorang polisi. Dan karena tugasku disini sudah selesai, maka aku harus pamit pada kalian semua. Aku senang bisa memiliki sahabat baik disini. Terima kasih semuanya, aku menyayangi kalian semua” jawab Emilly lalu memeluk sahabat – sahabatnya.
“Tentu kau tidak akan pergi sebelum menerima penghargaan dari sekolah ini, bukan ?” suara Madam Paula, kepala pengajar yang akan menggantikan posisi Mr. Herman di sekolah asrama Mother Theresa, mengejutkan Emilly dan yang lainnya.
“Penghargaan ???” Emilly belum yakin.
“Ya, penghargaan. Kau sudah sepantasnya mendapatkan penghargaan, karena kau telah berjasa menyelamatkan Mother Theresa dan membuat kami tidak perlu cemas lagi akan teror pembunuhan berantai itu. Bertahanlah disini sampai besok, kami akan mempersiapkan segala sesuatunya untuk upacara penganugerahan penghargaan padamu itu !” Madam Paula memohon pada Emilly.
“Kau tidak akan melarangku untuk istirahat sampai besok disini bukan, Anthony ?” bujuk Emilly.
Anthony hanya  diam, kemudian tersenyum tanda setuju.
“Yesss !!! Terima kasih, Anthony !? Kita bisa mengobrol sampai pagi lagi malam ini, Guys !?” seru Emilly dan disambut dengan pelukan hangat dari sahabat – sahabatnya.
“Hmmm…hmmm…” Madam Paula berdehem.
“Oh eh..hmm…maksudku, kita masih bisa bertemu sampai jam malam, Teman – teman” ralat Emilly kemudian memberikan senyuman terpaksa pada Madam Paula.
“Ya…” jawab Cassie, Laudya, Eric, Louis, Paul dan Franco hampir serempak.
“Baiklah anak – anak, aku harus kembali ke ruang guru. Selamat beristirahat” ujar
Madam Paula lalu berlalu meninggalkan Emiily, Cassie, Laudya, Eric, Louis, Paul dan Franco, bersama Anthony yang sedari tadi hanya senyam – senyum melihat ketujuh sahabat itu.
“Baiklah, Emi, sepertinya aku harus kembali sekarang. Laudya, jaga dirimu baik – baik. Akhir pekan ini aku akan menjemputmu dan kita akan berlibur ke Oklahoma. Aku akan mengurus izinmu selama seminggu” ujar Anthony.
“Kau mengurus izinku ? Seminggu ? Oklahoma ? Itu artinya kita akan menemui Papa !? Tapi bagaimana dengan izinmu ?” Tanya Laudya.
“Tenanglah, Adikku. Aku akan menagih janji Sir George. Dia pernah berkata akan memberiku cuti bila misteri Mother Theresa ini telah terungkap” jawab Anthony.
“Syukurlah, kalau begitu aku akan mulai berkemas” balas Laudya.
“Baiklah, aku kembali ke akntor dulu. Jaga diri kalian semua baik – baik. Dan kau Emi, kutunggu kau di kantor besok siang !?” Anthony pun berlalu meninggalkan mereka semua.
Hari itu terasa berjalan sangat cepat. Baru saja rasanya ketujuh sahabat itu berpisah dengan Shara yang harus ditahan di penjara, sekarang mereka sudah harus mengakhiri hari itu dan bersiap masuk ke dunia mimpi. Lalu keesokan harinya, mereka sudah harus bersiap berpisah dengan Emilly yang tugasnya memecahkan kasus di Mother Theresa sudah usai sehingga harus kembali menjalankan perannya sebagai polisi di satuan Counryside.
* * *

“Dengan   bangga,   sekolah  Mother   Theresa   menganugerahkan penghargaan jasa kepada Ms. Emilly Francisca, yang telah berjasa menguak kasus pembunuhan berantai di sekolah ini !” suara Madam Paula menggema di sekolah asrama Mother Theresa dalam upacara penganugerahan penhargaan pada Emilly pagi itu.
Dengan bangga Emilly keluar dari barisan siswa kelas X.7 dan dengan langkah mantap ia berjalan menuju mimbar dimana Madam Paula sudah menunggunya untuk memberikan penghargaan itu. Beratus – ratus pasang mata, siswa – siswa dan guru – guru Mother Theresa, memandangnya takjub. Hari ini Emilly memang nampak berbeda. Ia tidak lagi mengenakan seragam kebanggaan Mother Theresa, melainkan mengenakan seragam kebanggaannya sendiri, yaitu seragam kepolisian dengan atribut lengkap.
Tepuk tangan dari seluruh warga sekolah seolah mewakili ucapan terimakasih mereka pada saat Emilly menerima penghargaan. Sungguh Emilly sangat senang hari itu. Ia mampu membuktikan kalau dibalik wajah cantiknya itu, ia juga mampu memerankan perannya sebagai seorang polisi yang handal. Tentunya bukan hanya pada warga sekolah asrama Mother Theresa, satuan polisi Countryside, maupun para senior yang pernah mengejek bahkan membuangnya ke Countryside, satuan polisis Downtown, tapi Emilly mampu membuktikan pada semua orang. Karena hari ini, wajah cantik Emilly dengan seragam kepolisian beserta atribut lengkapnya, menghiasi halaman pertama semua Koran yang terbit hari itu.
- THE END -


                                   Muara Teweh, 5 Juli 07

0 komentar:

Posting Komentar


Penguin Grumpy Mad Kawaii
 

Copyright © 2010 It's Inda Blogger Template by Dzignine