A Short Story From Senior High School: Emilly Francisca Part V

| 31 Mei 2012
Review: Emilly melaporkan informasi yang didapatnya dan juga kecurigannya pada 2 orang di Mother Theresa pada Anthony. Anthony pun memintanya untuk meneruskan penyelidikannya di sana.
“Baiklah Nn. Francisca. Cukup sudah kau bersenang – senang di rumah tantemu itu hari ini ! Besok, kau harus menemani kami berdua berbelanja” Emilly terlihat linglung dengan ‘sambutan’ 2 teman sekamarnya, Cassie dan Shara, saat ia beru tiba di kamar asramanya.
“Tapi, kalian tidak meminta persetujuanku dulu ???” Tanya Emilly.
“Emi, itu adalah hukuman karena kau tidak membangunkan kami dulu sebelum kau pergi tadi pagi. Tidak ada alas an untuk menolak, karena kami tidak akan peduli” jawab Shara dengan pandangan sinis.
“Hei, aku tidak akan menolak ‘hukuman’ itu. Kalian tahu, belanja adalah hobbyku…!!!” balas Emilly
“Yes, kalau begitu, kita pergi besok !’ ketiga gadis itu bersorak sambil berpelukan.
“Lihat, apa menurutmu aku akan terlihat cantik mengenakan pakaian ini ?” Cassie meminta pendapat pada Shara dan Emilly sambil berputar – putar di depan  cermin.
“Cassie, kau yakin ? Saranku,bila kau tetap mengenakan pakaian itu, kau harus mengenakan sweater dulu sebelum keluar dari gerbang Mother Theresa ini kalau tak mau Mrs. Laurent memberikanmu les private tentang etika berbusana seharian penuh!” saran Emilly sambil tertawa
“Yeah, sangat terbuka. Menggiurkan…” jawab Shara kemudian tertawa sambil merangkul bahu Emilly. Tapi Cassie mengacuhkan pendapat mereka. Ia tetap mengenakan pakaian itu.
Let’s go, Girls !” ajak Shara.
Tapi saat mereka beru saja keluar kamar, Laudya datang menghampiri mereka.
“Kalian akan pergi berbelanja bukan ?” tanyanya.
Bersamaan ketiga gadis itu mengangguk, mengiyakan.
“Tentu kalian tidak akan menolak bila aku ingin ikut,bukan ?” Tanya Laudya lagi sambil menunjuk-
kan senyum termanisnya.
“Ya, tentu saja. Kami akan senang bila kau mau pergi bersama kami !” jawab Emilly bersemangat.
Ya, ia bersemangat karena ia berpikir bahwa inilah kesempatan untuk melakukan penyelidikan pada pribadi Laudya Riveira, putri pemilik grandhotel di Kota Countryside ini.

“Wow… Aku baru serasa hidup saat melihat barang – barang ini. Begitu modis dan glamour !!!” seru Cassie senang saat tiba di pusat perbelanjaan.
“Rasanya aku tidak tertarik untuk belanja pakaian. Lemariku sudah cukup penuh. Mungkin aku akan berkeliling – keliling dulu !”  ujar Laudya
Come on, Girl !! Kesempatan ini hanya datang  sekali dalam sepekan !?” bujuk Shara. Laudya hanya menggeleng.
“Kita bertemu di Restoran seafood itu tepat pukul 4. Okey ?” Emilly membuat perjanjian.
“Kau mau kemana, Emi ?” Tanya Shara.
“Aku ingin ikut bersama Laudya. Setelah berkeliling, mungkin aku akan mendapatkan barang – barang yang lebih berguna dibandingkan pakaian – pakaian yang hanya akan membuat lemariku menjadi gudang fashion. He…he…he…Kau tidak keberatan kan, Laudya ??”
Laudya mengangguk dan tersenyum. Kemudian Laudya dan Emilly pun berlalu, sedang kedua gadis fashionholic itu pun memulai perburuannya.
“Kita mau kemana dulu, heh ?” Tanya Emilly pada Laudya yang hanya diam sedari tadi.
“Aku ingin melihat – lihat toko souvenir. Siapa tahu aku mendapatkan sesuatu untuk menambah koleksiku” jawabnya
“Sejak kapan kau mengoleksi souvenir – souvenir burung itu?”
“Mama mempunyai banyak souvenir burung. Ia juga mengoleksinya. Awalnya aku hanya bermaksud melihat – lihat. Namun, pada akhirnya aku juga menyukainya. Dan sejak usia 9 tahun aku sudah mulai berburu apa saja yang bercorak atau bermotif burung. Begitulah…”
“Kau punya koleksi bros kepala burung elang?”
“Maksudmu seperti barang bukti yang ditemukan di TKP pembunuhan berantai itu? Ya, aku memilikinya. Namun tidak sama persis. Warnanya lebih buram. Kata Papa, bros bukti itu bukan bros sembarangan. Itu bros mahal dan tidak akan kau temukan di Countyside ini. Ya, Papa cukup tahu banyak juga soal itu. Papa melihat bros itu saat pemberitaannya masih ramai di media elektonik maupun media cetak. Menurut Papa, bros seperti itu merupakan hasil karya orang – orang daerah tropis. Ya, karena bahan kayu yang digunakan pembuatnya hanya dapat ditemukan di daerah tropis”
Emilly hanya mengengguk–angguk. “Apa mungkin Laudya, gadis cantik yang polos ini adalah pembunuhnya ? Tapi, mungkin saja dibalik kepolosannya…”
“Hei, Emi ! Mengapa kau melamun ? Kau tidak mencurigai aku sebagai pelaku pembunuhan berantai itu, bukan ?” Tanya Laudya sambil menepuk bahu Emilly.
Emilly hanya tersenyum sambil mengangkat bahunya.
“Ayo sekarang kita ke toko souvenir. Kalau terlambat, bisa – bisa kita tidak mendapatkan apa – apa !” Laudya menarik tangan Emilly menuju ke toko souvenir. Ya, sepertinya mereka akan pulang dengan tas besar hari ini.
Tepat pukul 4, di pusat perbelanjaan Countryside. Laudya dan Emilly sudah puas berkeliling dan sekarang mereka menenteng tas besar. Milik Laudya penuh dengan berbagai souvenir bermotif dan bercorak burung yang memang sudah jadi incarannya, ada boneka, topi, tas, sampai buku tulis bermotif burung. Sedang tas milik Emilly dipenuhi dengan barang – barang yang dapat memenuhi hobby makannya, apalagi kalau bukan cemilan…
“Laudya, Emi, kami disini !!” seru Shara sambil melambaikan tangan pada Laudya dan Emilly.
“Emi, kau gila ??? Makanan sebanyak ini bisa membuatmu overweight, Girl !!!” Shara kaget saat melihat isi tas belanjaan Emilly.
“Tenang sajalah. Kau tidak perlu cemas… Kalian sudah pesan makanan ?” jawab Emilly santai. Cassie menggeleng. Emilly pun memanggil pelayan dan mereka memesan makanan.
“Sudah sekian tahun kita tinggal dalam satu asrama, kecuali kau, Emi. Tapi kalian tidak penah menceritakan tentang keluarga kalian !” ujar Cassie.
“Yeah, bagaimana kalau kita undi dengan putaran botol. Siapa yang ditunjuk oleh kepala botol, maka dialah yang harus duluan bercerita tentang keluarganya !?” tawar Laudya.
Cassie dan Emilly mengangguk serempak. Laudya mengambil botol minuman soda yang sudah kosong di depannya kemudian merebahkannya di atas meja.
“Ku rasa kita tidak perlu melakukan ini !?” sergah Shara tiba – tiba.
“Shara, mengapa ? Bukankah ini demi persahabatan kita. Agar kita bisa lebih saling mengenal satu sama lain !?” jawab Emilly.
“Ya, Shara. Lagipula, kita hanya menceritakan tentang keluarga kita masing – masing ! That’s       all !!” sambung Cassie.
“Baik, terserah kalian. Tapi aku tidak mau ikut permainan konyol itu…” jawab Shara.
Laudya, Emilly dan Cassie saling pandang. Tapi kemudian, mereka tidak memperdulikan kata – kata Shara. Laudya pun akhirnya memutar botol kosong yang sudah ada di depannya.
Saat botol itu berhenti berputar, kepala botol menunjuk ke arah Emilly.
Sendok Emi terhenti di udara. Kemudian kembali ke piringnya. “Orangtuaku saat ini tinggal di Downtown. Aku tidak mempunyai saudara. Ya, karena itu Mam dan Dad selalu berlebihan dalam mengurusku. Saat ini Mam dan Dad sedang di Roma, nenekku sedang sakit disana. Ya, kuharap beliau akan segera sembuh. Aku sangat merindukannya” cerita Emilly.
I’m so sorry to hear that. Semoga nenekmu cepat sembuh, Emi !” Laudya memegang bahu Emilly
“Terima kasih” jawab Emi.
“Ayo kita mulai lagi ! Aku akan memutar botol ini lagi !” seru Cassie. Dan kepala botol pun menunjuk ke arah Laudya.
“Kebetulan sekali” ujar Emi dalam hati.
“Papa saat ini berada di Oklahoma. Dia hanya sesekali menengokku disini. Papa trauma pada kota ini. Karena di kota ini dulunya mama tewas dalam sebuah kecelakaan. Aku mempunyai seorang kakak laki – laki. Dia polisi di kota ini…”
“Hmm…Mmmm…,Polisi di kota ini ??? Siapa ???” Emilly sampai tersedak saat mendengar bahwa kakak laki – laki Laudya adalah seorang polisi di Countryside.
“He…he…Kau ini lucu. Tidak perlu sampai begitu, Emi ! Kakakku Anthony. Sebenarnya aku ingin bertemu dengannya. Karena aku sudah rindu padanya. Terakhir kali aku menemuinya adalah 2 minggu yang lalu. Tapi sekarang sepertinya dia sedang banyak kasus. Jadi mungkin aku akan menemuinya minggu depan”, jawab Laudya.
“Anthony ???? Anthony Mendoza maksudmu ???” Emilly semakin terkejut.
“Ya, dia kakak laki – lakiku. Mungkin kau heran karena nama belakang kami berbeda. Itu karena Anthony adalah anak yang diadopsi dari sebuah panti asuhan saat Papa dan mama belum mempunyai anak. Mereka mengira bahwa mereka tidak bisa memiliki keturunan. Tapi, 7 tahun setelah itu, aku lahir ke dunia ini. Walaupun begitu, Papa dan mama menganggap aku dan Anthony sama. Sama – sama anak kandung mereka. Lagipula, aku sangat menyayangi Anthony. Kau mengenalnya, Emi ??” Laudya balik bertanya.
“Ah…Eh…Ti…Tid..dak kog !! He…he…Aku hanya pernah mendengar namanya saja…” Emilly jadi salah tingkah. Ia merasa sangat bersalah telah mencurigai Laudya sebagai pelaku pembunuhan berantai itu. Emilly juga merasa bersalah pada Anthony. Karena kemarin sore ia telah menceritakan kecurigaannya terhadap Laudya kepada Anthony. Pasti saat ini Anthony sangat kecewa padanya, karena telah sembrono dalam menjalankan tugas sehingga sembarangan mencurigai orang.
“Oh, ku kira kau mengenalnya !” jawab Laudya sambil tersenyum.
“Baiklah, lupakan saja. Bagaimana kalau kita lanjutkan permainan kita tadi. Ya, tinggal Cassie dan Shara”, sambung Laudya.
“Oh, aku gugup sekali !?” canda Cassie lalu tertawa.
“Hanya Cassie, karena aku tidak ikut  dalam permainan konyol kalian !” gertak Shara yang sejak tadi hanya diam. Tawa Cassie terhenti. Kembali Emilly, Laudya dan Cassie saling pandang, heran akan sikap Shara yang jauh dari biasanya.
“Maaf, aku mau ke toilet sebentar. Kalian lanjutkan saja, Tapi kalau kalian mau menungguku, tunggulah sambil makan. Aku tidak akan lama” Emilly pamit pada ketiga temannya.
“Baiklah, Emi. Kami akan menunggumu. Segeralah kembali !” jawab Laudya.
Sesampainya di toilet, Emilly mengeluarkan handphonenya dan menelepon Anthony…
“Hello…”
“Hello, Anthony. Ada yang ingin ku bicarakan padamu”
“Tentang kecurigaanmu pada Laudya atau pada Mrs. Laurent lagi ??”
“Maafkan aku, Anthony. Aku sudah salah mencurigai Laudya. Aku tidak tahu kalau dia adalah adikmu. Tidak mungkin bagi seorang gadis polos sepertinya melakukan hal keji seperti itu. Maafkan aku. Aku sudah mencurigai keluguannya”
“Baiklah. Aku tahu kau sudah berusaha dan karena itu aku tidak membahas saat kau menceritakan kecurigaanmu pada Laudya kemarin sore. Tapi mulai sekarang, berusahalah lebih serius. Jangan sampai ada korban salah tuduh lagi. Laudya belum mengetahui hal ini bukan ? Ku mohon, berlagaklah seperti tidak terjadi apa- apa. Aku tidak ingin dia sedih !”
“Baik, Anthony. Terima kasih. Aku berjanji padamu.  Selamat malam !”
“Selamat malam !”
Emilly mengakhiri pembicaraannya dengan Anthony. Ia pun bergegas kembali menuju meja mereka. Karena teman – temannya tentu sudah menantinya.
“Baiklah, tidak selama yang ku kira. Tapi setidaknya, aku sudah hampir menghabiskan orange juice-ku !” sambut Cassie saat Emilly kembali ke tempat duduknya.
“Maaf…Kalau begitu, ayo kita mulai lagi !” ajak Emilly.
Cassie memutar kembali botol itu. Dan… bagian atas botol itu menunjuk ke dirinya sendiri. Ya, Cassie yang akan bercerita sekarang.
“Kau tahu, aku mempunyai Papa dan mama yang sangat menyenangkan. Aku tidak mempunyai saudara. Karena itu mereka sangat memanjakanku. Tapi saat ini, mereka sedang melakukan perjalanan kudus ke Jerussalem. Sebenarnya, mereka ingin mengajakku. Tapi ku rasa sekarang aku harus lebih fokus ke study ku. Dan ku katakan pada mereka, kalau suatu saat aku akan kesana bersama suami dan anak – anakku kelak !?” Cassie bercerita sambil membayangkan kebahagiaan seperti apa yang ia ceritakan.
“Dasar tukang mengkhayal !” ujar Emilly sambil menjitak kepala Cassie.
“Ah, kau tentu iri padaku. Lihat saja nanti…Aku akan ke Jerussalem bersama suami dan anak – anakku yang tentunya imut dan lucu sepertiku…” sergah Cassie.
“Sudahlah… Sekarang giliran Shara. Ceritakan tentang keluargamu. Tentunya kami semua juga ingin tahu…” lerai Laudya sebelum Emilly ingin membalas perkataan Cassie.
“Emm…Ah…Aku…Ku rasa itu tidak penting untuk diceritakan ! Keluargaku tidak seberuntung kalian !? Tolonglah, jangan mendesakku !” tolak Shara dengan nada gugup dan memelas.
“Tapi itu sudah perjanjiannya. Kau harus cerita, Shara !” bujuk Emilly.
“Apa kau tidak menganggap kami adalah sahabatmu sehingga tidak pantas tahu tentang dirimu ?” tanya Emilly lagi
“Kalian tidak mengerti…Dan kalian juga tidak akan pernah mau mengerti …!!!!!” Shara geram. Setelah meraih tasnya, ia pun berlari meninggalkan Emilly, Cassie dan Laudya yang hanya bisa terpana menatap kepergiannya.
“Cassie, kau sudah lama mengenalnya, bukan ? Apa kau tahu apa yang membuat Shara menjadi begitu marah saat kita membujuknya untuk menceritakan tentang keluarganya ?” tanya Laudya pada Cassie.
“Selama ini Shara memang tertutup tentang keluarganya padaku. Aku tidak begitu mengetahuinya. Yang ku tahu hanyalah, saat ini keluarganya tinggal dan menetap di Kepulauan Hawaii. Mereka dulu memang tinggal di kota ini, tapi aku sendiri tidak mengetahui alasan mereka pindah beberapa tahun lalu. Hanya itu yang ku tahu” jawab Cassie.
“Baiklah, lebih baik sekarang kita pulang untuk memastikan apakah Shara sudah kembali ke asrama atau belum. Lagipula ini sudah malam. Tentu kalian tidak mau menghabiskan malam ini dengan mendengar kicauan Mrs. Laurent karena kita pulang terlalu larut, bukan ??” ajak Laudya.
“Yeah, tapi biarkan aku menghabiskan makananku dulu…” jawab Emilly.
“Dasar tukang makan !!!!” semprot Cassie dan Laudya hampir berbarengan.
Yup, malam itu Emilly agak tenang karena tahu Laudya memang bukan orang yang tepat untuk dicurigai. Tapi dia menjadi tidak enak hati pada Shara. Tujuan utamanya datang ke Mother Theresa adalah untuk menyelidiki kasus pembunuhan berantai yang terjadi di sekolah asrama itu, bukan untuk mendapat musuh karena menyakiti perasaan orang lain. Emilly pun menyesal sudah memaksa Shara untuk menceritakan tentang keluarganya. Ya tentu saja Shara punya hak untuk menceritakan atau merahasiakan tentang keluarganya. Tapi apa yang membuat Shara begitu bersikeras menutupi soal keluarganya ?? Apakah ada hal yang begitu rahasia?? Tanda tanya besar memenuhi kepala Emilly…
-to be continued-

0 komentar:

Posting Komentar


Penguin Grumpy Mad Kawaii
 

Copyright © 2010 It's Inda Blogger Template by Dzignine