A Short Story From Senior High School: Emilly Francisca Part II

| 31 Mei 2012
Review: Emilly menyetujui ide Anthony untuk menyamar sebagai seorang siswi baru di Mother Teresa demi membantu penyelidikan kasus pembunuhan berantai di sekolah asrama tersebut. 
Bagaimanakah kelanjutan ceritanya? Langsung kita lihat ke te-ka-pe #EMaaf #Salah
So, check this out :)


Kamis pagi, Sekolah Asrama Mother Theresa, kelas X.7…
“Selamat pagi semua ! Menyenangkan sekali bisa kembali bertemu kalian di awal pekan yang cerah ini“ Laurent Hemz, guru Kimia yang juga wali kelas X.7, membuka kelasnya.
“Hari ini kalian akan mendapat teman baru. Seorang siswa pindahan dari Downtown. Emmily Francicsa, masuklah kesini !”
“Ini Emilly Francisca. Teman baru kalian di sekolah dan juga di asrama. Ku harap kalian bisa membantunya“
“Tentu, Mam ! Senang bertemu denganmu, Emilly !“ sapa Laudya Riveira, sang ketua kelas
“Baiklah Emilly, pergilah ke bangkumu di sebelah Franco. Francito, kau tentu tidak keberatan bukan ??“ tanya Mrs. Laurent
“Tentu saja tidak. Siapa yang akan menolak bila harus duduk di samping seorang gadis yang sangat mempesona !?“ jawab Franco dan disambut dengan sorakan teman – temannya. Emilly hanya memperlihatkan senyumnya yang manis. Dan mulai saat itu, Emilly resmi menjadi bagian dari kelas X7. Kelas yang sama dengan Jonathan Vic, korban terakhir yang ditemukan tewas berlumuran darah di laboratorium Biologi, 1 minggu yang lalu.
“Hi, Emi ! Kenalkan, aku Eric Salvador. Kita sekelas. Tapi mungkin kau belum mengenalku, karena aku duduk di belakangmu” seorang laki – laki menghampiri Emilly yang duduk sendiri di bangku taman saat kelas usai.
“Hi, Eric ! Senang berkenalan denganmu !” ujar Emilly sambil menyambut uluran tangan Eric
“Ya, senang berkenalan denganmu juga tentunya… By the way, maaf kalau aku lancang, aku hanya bingung padamu. Tentu kau pernah mendengar tentang kasus pembunuhan berantai yang terjadi di sekolah ini, bukan ? Mengapa kamu malah pindah ke sekolah ini sementara sudah banyak siswa yang mengundurkan diri dan pindah ke sekolah lain? Bukankah itu artinya kamu membahayakan dirimu sendiri?”
“Eric, nyawa manusia itu di tangan Tuhan. Aku yakin itu. Karena itu aku tidak takut kalau harus menjadi korban berikutnya. Bukankah kau juga masih berada di sini dan tidak takut terhadap kasus itu ? Mengapa aku harus takut ? Lagipula, sekolah ini merupakan sekolah terbaik di kota ini, untuk apa aku melewatkan untuk bersekolah di sekolah ini hanya karena kasus pembunuhan berantai itu ??!” Emilly menjawab santai
“Ya, kau benar. Ku harap, walaupun pembunuhan berantai ini berlanjut, tidak ada salah satu dari kita berdua yang akan menjadi korban Bukan kau, dan tidak pula aku”
I hope so!
“Hi, Eric ! Apalagi yang kamu lakukan pada teman baru kita? Mulai mendongeng dan menakut-nakuti orang dengan kisah pembunuhan berantai itu lagi?” seorang gadis berambut hitam mencengkeram kerah baju Eric dengan nada geram
“Shara, bukan begitu. Aku hanya mengobrol dengannya. Kau bisa tanyakan langsung padanya !” jawab Erick.
“Hi, Emi. Perkenalkan, aku Shara Khriets. Ini teman – temanku, Cassandra, Paul Carlos, Louis Manuel, dan teman sebangkumu, Franco Joan. Kita semua satu kelas. Maaf kami mengganggu kalian. Aku hanya khawatir Eric menakut – nakutimu dengan dongeng – dongeng basinya itu” Shara, dan teman – temannya bergantian menyalami Emilly.
“Hi, Shara. Terima kasih. Aku tahu maksudmu baik. Hanya saja Eric tidak sedang menakut- nakutiku. Dia hanya menanyakan alasanku pindah ke sekolah ini. That’s all
“Oh, kalau begitu aku minta maaf, Eric”. Eric hanya mengangguk sambil tersenyum
“Mmm, maaf. Tapi bolehkah aku tahu apa saja yang kalian ketahui tentang pembunuhan berantai itu ? Aku sangat tertarik dengan kasus itu ?” Tanya Emilly.
“Yeah, hanya pihak kepolisian yang tertarik pada kasus itu !” jawab Cassandra kecut.
“Maaf, aku hanya ingin tahu” Emilly baru menyadari kalau sekarang ia sedang memerankan perannya sebagai siswa Mother Theresa, bukan sebagai polisi yang sedang melakukan interogasi.
“Cassie, Emi anak baru. Wajar saja kalau dia ingin tahu tentang itu” sanggah Paul, laki - laki yang memakai lensa kontak untuk membantu penglihatannya.
“Baiklah, aku akan menceritakan apa saja yang aku tahu tentang kasus ini. Begini, selama 2 bulan ini, di sekolah ini sudah ditemukan 4 orang siswa tewas mengenaskan. Yang pertama, Claudio Enrique. Ia ditemukan tewas dengan kepala terikat pada keran wastafel di toilet asrama pria. Padahal ku rasa Claudio tidak mungkin mempunyai musuh yang dapat membahayakannya, karena sejak kecil aku mengenalnya sebagai pribadi yang menyenangkan. Aku sangat kehilangan saat itu” Shara menunduk dan hampir menangis sebelum Paul merangkulnya.
“Korban kedua, Vivian Yoshua. Dia kakak kelas kita di kelas XI. 3. Mayatnya ditemukan tanpa tangan kanan di ruang kelasnya, 2 minggu setelah penemuan mayat Claudio. Sangat mengerikan. Sir Patrick, wali kelasnya sampai shock melihat anak emasnya itu tewas mengenaskan. Akhirnya Sir Patrick pun memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai pengajar di sekolah ini. Ya, tidak ada yang pernah mengira bahwa gadis Jepang yang ramah itu akan tewas dengan cara seperti itu” Louis melanjutkan cerita Shara.
“Selang 2 minggu dari penemuan mayat Vivian, seorang siswa kelas XII. 5, Amanda Louise, yang dikenal pendiam juga ditemukan tewas tergantung di pohom mahoni yang ada dibelakang asrama putri. Awalnya guru – guru sempat mengira bahwa Amanda bunuh diri. Ya, memang siapa yang bisa menebak, karena memang Amanda seorang yang tertutup dan sulit bergaul. Bahkan dengan Leslie, sepupuku yang merupakan teman sebangkunya di kelas” tambah Paul.
Dan Franco yang sejak tadi hanya setia menjadi pendengar pun melengkapi cerita ini, “Sedang korban terakhir yang ditemukan seminggu lalu tewas berlumuran darah di laboratorium Biologi adalah Jonathan Vic. Dulu dia sekelas dengan kami. Kami mengenalnya sebagai sosok yang sangat menyenangkan. Kelas terasa sangat membosankan saat Joe tidak ada, aku merindukannya”
“Yupz, awalnya sempat diadakan penyelidikan oleh polisi yang tentu saja membuat kami menjadi risih. Kami harus menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka yang tidak ada habisnya. Sampai kami merasa jenuh dan akhirnya pihak sekolah menegaskan pada pihak kepolisian agar menghentikan penyelidikan itu” Shara sepertinya sudah dapat mengontrol dirinya.
“Lalu, apa dari mereka berempat terdapat hubungan? Ya seperti hubungan keluarga atau mungkin kisah masa lalu keluarga mereka?” Tanya Emilly dengan wajah penasaran.
“Ku rasa tidak. Tapi yang pasti, pembunuh mereka berempat adalah orang yang sama. Karena di setiap TKP, polisi selalu menemukan bros berbentuk kepala elang. Itu juga yang membuat polisi yakin kalau ini adalah kasus pembunuhan  berantai” jawab Paul.
“Bros kepala elang ?” Emilly berlagak kaget
“Mmm…apa kalian tahu seseorang yang mungkin mengoleksi benda–benda seperti itu?” Tanya Emilly lagi.
“Tidak, yang ku tahu, sebagian besar anak–anak disini tidak memiliki waktu luang untuk mengumpulkan dan juga mengoleksi benda – benda seperti itu. Karena agenda pelajaran tambahan di sekolah ini begitu padat. Waktu luang hanya sempat untuk ngobrol atau sharing dan beristirahat seperti apa yang kita lakukan sekarang” jawab Cassie
“Lalu apa kalian tidak pernah berpikir kalau mungkin bros itu mempunyai makna lain? Ya seperti identitas pembunuh, atau mungkin alasannya membunuh, atau…”
“Emilly, jangan berlagak seperti detektif begitu. Aku jadi takut kalau – kalau kau adalah salah seorang anggota kepolisian yang dikirim untuk melakukan penyelidikan disini” Louis memotong kata – kata Emilly.
“Hei, jangan berbicara begitu. Apa wajahku cocok untuk menjadi seorang polisi, hah ???” jawab Emilly menyembunyikan gugupnya dengan tetap memaksakan tersenyum. Ia baru menyadari, rasa penasarannya yang semakin memuncak itu dapat menjebaknya.
“Ha…ha…ha…Bercanda kau, Emilly ! Wajahmu lebih pantas menjadi seorang model atau pramugari dibandingkan menjadi seorang polisi…” Emilly hanya tersenyum kecut mendengar    kata – kata Franco yang hampir sama persis dengan apa yang pernah dikatakan oleh salah seorang seniornya di satuan Downtown.
“Ayolah Emilly, aku hanya bercanda… Let’ s go, Guys ! Kelas sudah hampir dimulai !” ajak Franco. Mereka bertujuh pun berjalan beriringan menuju kelas sambil bercanda.
Ya, Emilly Francisca, seorang gadis supel, ramah dan periang yang nekad masuk polisi hanya karena sangat mengidolakan Yolanda Marry, seorang aktris cantik, yang kelihatan begitu keren dalam seragam polisi saat berperan dalam film Super Police Woman, sekarang harus berusaha  mati – matian untuk mengungkap misteri pembunuhan berantai di sekolah asrama Mother Theresa, yang telah merenggut nyawa 4 orang siswanya dalam 2 bulan. Mampukah ia ???
-to be continued-

0 komentar:

Posting Komentar


Penguin Grumpy Mad Kawaii
 

Copyright © 2010 It's Inda Blogger Template by Dzignine